Depok | Sketsa-Online.com — Proyek Metro Stater yang berdiri di jantung Margonda Raya, Kota Depok, kini menjadi simbol kegagalan tata kelola aset publik.
Meski digadang sebagai pusat bisnis modern dengan skema kerja sama selama 30 tahun, faktanya bangunan tersebut justru terbengkalai dan menyisakan pertanyaan besar soal komitmen pemerintah terhadap perlindungan konsumen.
Komando Pejuang Merah Putih (KPMP) melalui Ketua Tim Investigasi, Murthada Sinuraya, angkat bicara. Ia menyebut proyek ini sebagai bentuk kelalaian struktural yang dibiarkan berlarut-larut sejak lebih dari satu dekade terakhir.
“Sejak 2012 kami pantau, tak ada progres nyata. Ini kegagalan sistemik akibat lemahnya regulasi dan pengawasan. Konsumen jadi korban, tapi negara diam,” kata Murthada pada Senin (15/07).
Proyek Metro Stater dibangun atas kerja sama Pemerintah Kota Depok dan PT Andyka Investa melalui skema Bangun Guna Serah (BGS), berdasarkan perjanjian nomor 050/01/PKS/Dishub DPPKA/HUK/2011/Add.1 dan 001/A1/DIR/II/2011/Add.1.
Kontrak diteken pada 7 Mei 2015 dan berlaku hingga 6 Mei 2045. Namun, bangunan yang seharusnya mendongkrak ekonomi lokal justru mangkrak dan menjadi beban visual serta ekonomi kota.
Menurut Murthada, aset milik Pemkot Depok seluas 2.006 meter persegi kini tidak menghasilkan manfaat apa pun bagi publik. Sebaliknya, ketidakjelasan proyek hanya menyisakan kerugian baik secara sosial, ekonomi, maupun hukum.
“Jika pengembang tak mampu melanjutkan, Pemkot harus bertindak. Cabut kontrak, serahkan ke investor baru, atau lakukan audit menyeluruh. Diam berarti ikut bertanggung jawab atas kerugian publik,” tegasnya.
KPMP juga menyoroti buruknya perlindungan hukum bagi konsumen, termasuk pembeli unit dan penyewa ruko. Banyak yang sudah membayar, namun hingga kini tak mendapat kepastian hukum dan fisik bangunan.
Yang lebih mengkhawatirkan, KPMP mengungkap adanya indikasi penyimpangan serius dalam proyek ini. Laporan telah disampaikan ke Kejaksaan Negeri Depok sejak April 2014 dan diteruskan ke Kejaksaan Agung, namun hingga kini belum ada kejelasan tindak lanjut.
“Kami minta laporan itu dibuka kembali. Jangan ada impunitas. Ini menyangkut hukum dan potensi kerugian negara,” ujarnya.
Murthada juga menyebut adanya penjualan unit di tower kedua dengan harga Rp500 juta per unit yang dilakukan tanpa kejelasan legalitas. Ia menilai, tindakan itu adalah bentuk pengabaian terhadap hak konsumen yang bisa memicu konflik hukum.
“Apakah ada dasar hukumnya? Jangan sampai ada pengalihan lahan atau aset negara tanpa prosedur. Ini bisa masuk ranah pidana,” tegasnya.
KPMP mendesak Wali Kota Depok, Supian Suri, dan DPRD Kota Depok untuk tidak lagi bungkam. Murthada menegaskan, kegagalan proyek Metro Stater tidak bisa terus dibiarkan tanpa solusi.
“Sudah saatnya pemimpin kota ini berpihak pada rakyat, bukan pada investor yang gagal. Metro Stater telah berubah menjadi simbol kegagalan, dan itu harus dihentikan sekarang juga,” tutupnya. (L1N4)
Komentar